Senin, 28 Februari 2011

DI PENGHUJUNG PENANTIAN IBU

Hari itu…
“allahuakbar.. allahuakbar.. allahuakbar..” gema takbir terdengar di sela-sela dengungan mesin mobil yang berlalu lalang. Saat itu pula bulan baru berganti menjadi  syawal, dan sang mentari masih malu-malu  menampakkan dirinya.  Dua buah mobil mewah berhenti di pekarangan rumah yang cukup tua, di rumah yang sepertinya sudah tak berpenghuni lagi. Dari salah satu mobil itu turun seorang lelaki muda yang terlihat gagah, dan dari mobil lain keluar seorang perempuan muda yang tampak cantik. Sepi, sunyi, dan penuh kesedihan, itulah suasana yang merasuki hati lelaki muda itu  saat ia mengetuk dan mulai masuk ke dalam rumah tua itu. Perlahan tapi pasti lelaki itu berjalan menuju meja yang berada di sudut ruangan itu dengan perempuan muda yang mengikuti langkahnya dari belakang. Sesaat sebelumnya dia mengamati dan memperhatikan ruangan yang sudah berdebu dan kumuh itu, dan tiba-tiba matanya terhenti pada sepucuk surat yang tergeleteak di atas meja kecil. Dengan kecemasan dan keraguan yang jelas tergambar dari wajah dan tingkah laku yang di tunjukkan oleh lelaki itu, dia mulai membuka surat itu, lalu membacanya.
Assalamualaikum wr.wb.
Untuk abang dan ade, anak ibu yang sangat ibu rindukan, sangat ibu tunggu-tunggu kedatangannya, dan sangat ibu sayangi. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, kini anak-anak ibu sudah tumbuh besar. Tapi ibu masih suka mengingat masa kecil kalian, saat kalian masih senang bermain, bermain dokter-dokteran. Sampai-sampai corong air ibu di pakai juga buat main kalian,  ibu jadi tambah rindu kalian kalau ingat saat-saat itu. Ibu juga ingat saat ibu, abang, dan ade sedang bermain bersama di padang rumput nan hijau. Berlarian, bercanda, tertawa riang, Sungguh, hati ibu sangat senang nak, dan pada saat ade terjatuh di padang rumput itu, dan ade menangis karena kesakitan dengan luka di kaki ade, ibu lah yang ngobatin ade. Meski kita tidak bisa ke dokter karena jauh dari tempat tinggal tapi ibu selalu siap menjadi dokter bagi abang dan ade kala sedang sakit. Ibu ikhlas mengobati kalian, ibu tak pernah meminta balasan dari kalian. Ade pernah membuat hati ibu terenyuh dangan kata-kata ade. “ ibu..ibu.. ade mau belajar yang rajin agar bisa menjadi dokter. Nanti kalau ibu sakit, biar ade yang ngobatin. Boleeh yaa bu..”. Aduuh ibu sangat senang mendengarnya, tapi ibu juga kasian pada ade dan abang karena ibu sudah mendesak kalian untuk belajar dengan keras. Itu ibu lakukan karena ibu takut, ibu sangat takut nasib kalian seperti ibu  yang serba kekurangan ini. Ibu minta maaf yaa nak telah memaksa kalian. Ibu sungguh-sungguh minta maaf pada kalian. Ibu juga terkadang tak tega saat melihat ade yang rajin belajar sampai –sampai tak kenal waktu demi meraih cita-cita ade. Begitu pula dengan abang yang selalu mengeluh dan berputus asa dengan hasil lukisannya sendiri. Abang selalu menghina  lukisan abang. Abang selalu berkata kalau lukisan abang itu sangat jelek, tapi ibu selalu berusaha untuk menghibur abang dengan selalu berkata kalau lukisan abang adalah lukisan terindah yang pernah ibu lihat. Sehingga abang bertekad untuk menjadi fotografer, dan abang  berkata, “ kalau abang sudah jadi fotografer sukses, abang akan selalu memotret keluarga kita, dan akan menggantikan lukisan keluarga kita ini”. Ibu selalu berfikir, akankah mimpi kalian dapat terwujud? Akankah kalian menjadi orang yang sukses, seperti yang kalian inginkan? Ibu hanya bisa berdoa untuk kalian nak. tapi… tak terasa waktu berjalan begitu cepat, ibu sungguh tak menyangka kalau kalian akan menjadi orang yang sukses. Yaa.. kini kalian sudah menjadi orang yang sukses. Abang kini sudah menjadi fotografer  hebat, sampai-sampai abang menjadi sibuk. Padahal ibu selalu menantikkan abang pulang untuk memotret keluarga kita di rumah, tapi nyatanya hanya ada lukisan abang  yang terpajang di dinding kamar ibu. Begitu juga dengan ade, ade pun tak pernah pulang, padahal ibu saaaaangat rindu dengan kalian berdua. Karena rindu, ibu selalu mencoba untuk hubungi kalian, tapi semua anak ibu sedang sibuk. Ibu sangat sedih kala itu, tapi ibu selalu coba untuk mengerti. Ibu pun sering di katain orang sperti orang tak waras. Karena setiap waktu kerjaan ibu hanya menunggu di balik jendela untuk menunggu kedatangan kalian berdua. Abang, ade, taukah kalian? ibu sering sekali mendengar kalau telepon rumah bordering, tapi ternyata itu hanya imajinasi ibu saja. Mungkin ibu terlalu ridu dengan kalian. abang, ade. Ibu kesepian, ibu ingin berjumpa dengan kalian, atau tidak ibu hanya ingin berbincang-bincang dengan kalian meski hanya lewat telepon. Tapi hingga kini rindu ibu pun tak kunjung terbalas., hingga pada akhirnya ibu terserang penyakit dan itu cukup parah, dan ibu pun semakin tua. Hari-hari ibu hanya di temani oleh pohon yang bergoyang-goyang, dan rasa rindu yang terus menyerang. Akhirnya ibu putuskan untuk menghubungi abang di kota, tapi abang masih tetap sibuk dengan pekerjaannya. Ibu hanya bisa pasrah, kini anak-anak ibu sudah lupa dengan janjinya dulu. Sampai suatu saat, sakit ibu makin parah, Ibu sudah tidak tahan lagi untuk menahannya. Dan yang ibu ingat saat ibu sakit  adalah ade yang sudah berhasil menjadi dokter, tapi saat ibu hubungi ade…  taka da balasan dari ade, ibu hanya pasrah, menahan rasa kecewa ibu. Ternyata ade lebih memperdulikan pasian dari pada ibu. Asstagfirullahaladzim…. Tetes air mata selalu menghiasi setiap sujud ibu. Ibu selalu berdoa agar allah memberikan kesempatan kepada ibu untuk bisa meliahat anak-anak ibu untuk yang terakhiir kalinya. Tapi ibu benar-benar tak sanggup lagi untuk menunggu kedatangan kalian, dan pada akhirnya ibu putuskan untuk menuis surat ini. Abang, ade. Ibu minta maaf, mungkin lebaran tahun ini ibu tidak bisa menemani kalian berdua. Mungkin saat kalian datang mengunjungi ibu, dan membaca surat ini kalian sudah tidak akan menemukan ibu lagi. Sekali lagi, ibu sangat minta maaf. Dan boleh kalian ingat dalam benak kalian, ibu sayang sekali dengan kalian, dan ibu akan menunggu kalian di surga abadi, kelak.
Wassalamualaikum wr. Wb.
Salam rindu penuh kasih sayanng
                                                                                                                       Ibu                                                                                                                

Diam seribu bahasa, itu lah yang  di lakukan oleh lelaki itu. Sedangkan perempuan yang di belakangnya sudah menangis hingga tersungkur ke lantai, tak kuasa menahan kesedihan dan rasa penyesalan yang menusuk hatinya. Tapi kini mereka tidak bisa melakukan apa pun untuk sang ibu , mereka tidak bisa memaksa waktu untuk mengulang kembali masa di mana ibunya masih hidup. Satu-satunya cara adalah dengan memohon ampun kepada allah dan selalu mengirimkan doa, doa anak salih. “roobighfirlii waliwaa lidayya warhamhuma kama robbayanii soghiiroo…” ya allah ampunkanlah kesalah ku dan kesalahan kedua orang tua ku, dan sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil. Amiin..

2 komentar:

  1. Good, lanjutkan terus menulis (FW)

    BalasHapus
  2. Salam kenal azka..Follow sukses..main ke blogku ea...d tunggu lho followback nya !!

    BalasHapus